Diksi atau Pilihan Kata
Minggu, 27 Oktober 2013
Diksi atau Pilihan Kata
Jika kita menulis atau berbicara,
kita itu selalu menggunakan kata. Kata tersebut dibentuk menjadi kelompok kata,
klausa, kalimat, paragraph dan akhirnya sebuah wacana.
Di dalam sebuah karangan, diksi
bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan sebuah
cerita. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk
menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan
gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya. Gaya bahasa sebagai bagian dari
diksi yang bertalian dengan ungkapan-unkapan individu atau karakteristik, atau
memiliki nilai artistik yang tinggi.
Sebelum menentukan pilihan kata,
penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna
:
Makna sebuah kata / sebuah
kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut
(Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
1. Makna
Leksikal
Makna
yang sesuai dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera /
makna yg sungguh-sungguh nyata dlm kehidupan kita. Contoh: Kata tikus, makna
leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati
diterkam kucing).
Makna
Gramatikal : untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal,
untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses reduplikasi
seperti kata: buku yg bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku yang bermakna
“banyak buku”.
2. Makna Referensial dan Nonreferensial
Makna
referensial & nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan ada tidaknya
referen dari kata-kata itu. Maka kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu
di luar bahasa yang diacu oleh kata itu. Kata bermakna referensial, kalau
mempunyai referen, sedangkan kata bermakna nonreferensial kalau tidak memiliki
referen. Contoh: Kata meja dan kursi (bermakna referen). Kata karena dan tetapi
(bermakna nonreferensial).
3. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna
denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki
sebuah leksem. Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang
lebih kecil & ukuran badannya normal.
Makna konotatif adalah: makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif
tadi yang berhubungan dengan nilai rasa orang / kelompok orang yang menggunakan
kata tersebut. Contoh: Kata kurus pada contoh di atas bermakna konotatif
netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan, tetapi kata ramping
bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotatif positif, nilai yang
mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan ramping.
4. Makna
Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna
konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks
atau asosiasi apapun. Contoh: Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis
binatang berkaki empat yg bisa dikendarai”. Makna asosiatif adalah makna yang
dimiliki sebuah leksem / kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan
suatu yang berada diluar bahasa . Contoh: Kata melati berasosiasi dg suatu yg
suci / kesucian. Kata merah berasosiasi berani / paham komunis.
5. Makna Kata dan Makna Istilah
Makna kata,
walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam
kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau
sudah digunakan dalam suatu kalimat. Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang
ditahan,tapi bisa juga hasil perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang
berada di sumur, di gelas, di bak mandi atau air hujan. Makna istilah memiliki makna yang tetap dan
pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya
digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Contoh: Kata tahanan di
atas masih bersifat umum, istilah di bidang hukum, kata tahanan itu sudah pasti
orang yang ditahan sehubungan suatu perkara.
6. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Yang dimaksud
dengan idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa baik kata, frase, maupun
kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal, baik
unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contoh: Kata
ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yg disebut
makna dasar, Kata rumah kayu bermakna, rumah yang terbuat dari kayu. Makna pribahasa bersifat memperbandingkan
atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan. Contoh:
Bagai, bak, laksana dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa
7. Makna Kias dan Lugas
Makna kias adalah
kata, frase dan kalimat yang tidak merujuk pada arti sebenarnya. Contoh: Putri
malam bermakna bulan , Raja siang bermakna matahari.
Agar dapat menghasilkan cerita yang menarik melalui pilihan
kata maka diksi yang baik harus memenuhi syarat, seperti :
•
Ketepatan dalam pemilihan kata dalam
menyampaikan suatu gagasan.
•
Seorang pengarang harus mempunyai kemampuan
untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang
ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan
situasi dan nilai rasa bagi pembacanya.
•
Menguasai berbagai macam kosakata dan mampu
memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat yang jelas, efektif dan
mudah dimengerti.
Contoh Paragraf :
1. Hari
ini Aku pergi ke pantai bersama dengan kawanku. Udara disana sangat sejuk. Kami
bermain bola air sampai tak terasa hari sudah sore. Kamipun pulang tak lama
kemudian.
2. Liburan
tahun ini Aku dan kawanku berencana untuk pergi ke pantai. Kami sangat senang
ketika hari itu tiba. Begitu sampai disana kami sudah disambut oleh semilir
angin yang tak henti-hentinya bertiup. Ombak yang berkejar-kejaran juga seolah
tak mau kalah untuk menyambut kedatangan kami. Kami menghabiskan waktu
sepanjang hari disana, kami pulang
1. Makna
Denotatif dan Konotatif
Makna
denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini
adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah
suatu
pengertian yang terkandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna
denotatif disebut makna konseptual. Kata makan misalnya, bermakna memasukkan
sesuatu kedalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini
adalah makna denotatif.
Makna
konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap
sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna
konseptual. Kata makan dalam makna konotatif dapat berarti untung atau pukul.
2. Makna Umum dan Khusus
Kata umum dibedakan dari kata khusus
berdasarkan ruang-lingkupnya.
-
Makin luas ruang-lingkup suatu kata, maka makin
umum sifatnya. Makin umum suatu kata, maka semakin terbuka kemungkinan
terjadinya salah paham dalam pemaknaannya.
-
Makin sempit ruang-lingkupnya, makin khusus
sifatnya sehingga makin sedikit kemungkinan terjadinya salah paham dalam
pemaknaannya, dan makin mendekatkan penulis pada pilihan kata secara tepat.
Misalnya:
Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata
mujair atau tawes. Ikan tidak hanya
mujair atau tidak seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, nila, ikan koki
dan ikan mas. Dalam hal ini kata acuannya lebih luas disebut kata umum, seperti
ikan, sedangkan kata yang acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti
gurame, lele, tawes, dan ikan mas.
3. Kata
abstrak dan kata konkret.
Kata
yang acuannya semakin mudah diserap panca-indra disebut kata konkret, seperti
meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata
tidak mudah diserap panca-indra, kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan
dan perdamaian. Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata
abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang sifat teknis dan khusus.
Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam
suatu karangan. Karangan tersebut dapat menjadi samar dan tidak cermat.
4. Sinonim
Sinonim
adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi
bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau
kemiripan. Kita ambil contoh cermat dan cerdik kedua kata itu bersinonim,
tetapi kedua kata tersebut tidak persis sama benar.
Kesinoniman
kata masih berhubungan dengan masalah makna denotatif dan makna konotatif suatu
kata.
5. Kata Ilmiah
dan kata popular
Kata
ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia. Kata-kata ilmiah biasa digunakan oleh kaum terpelajar,
terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, serta
diskusi-diskusi khusus.
Yang
membedakan antara kata ilmiah dengan kata populer adalah bila kata populer
digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Dari pernyataan diatas dapat
disimpulkan, kata-kata ilmiah digunakan pada tulisan-tulisan yang berbau
pendidikan. Yang juga terdapat pada penulisan artikel, karya tulis ilmiah,
laporan ilmiah, skripsi, tesis maupun desertasi.
Kalimat Efektif dalam bahasa
indonesia
Kalimat efektif
adalah kalimat yang dapat mewakili gagasan pembicara atau penulis sehingga
pembaca atau pendengar dapat menerima maksud/arti serta tujuannya seperti yang
di maksud penulis /pembicara.
Ciri-ciri kalimat efektif:
(memiliki)
1.
KESATUAN GAGASAN
Memiliki
subyek,predikat, serta unsur-unsur lain (O/K) yang saling mendukung serta membentuk
kesaruan tunggal.
Di dalam
keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum.
Kalimat ini
tidak memiliki kesatuan karena tidak didukung subyek. Unsur di dalam keputusan
itu bukanlah subyek, melainkan keterangan. Ciri bahwa unsur itu merupakan
keterangan ditandai oleh keberadaan frase depan di dalam (ini harus
dihilangkan)
2.
KESEJAJARAN
Memiliki
kesamaan bentukan/imbuhan. Jika bagian kalimat itu menggunakan kata kerja
berimbuhan di-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan di- pula.
Kakak menolong
anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
Kalimat
tersebut tidak memiliki kesejajaran antara predikat-predikatnya. Yang satu
menggunakan predikat aktif, yakni imbuhan me-, sedang yang satu lagi
menggunakan predikat pasif, yakni menggunakan imbuhan di-. Kalimat itu harus
diubah :
-
Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke
pinggir jalan
-
Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke
pinggir jalan.
3.
KEHEMATAN
Kalimat efektif
tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Kata-kata yang berlebih.
Penggunaan kata yang berlebih hanya akan mengaburkan maksud kalimat.
Bunga-bunga
mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.
Pemakaian kata
bunga-bunga dalam kalimat di atas tidak perlu. Dalam kata mawar,anyelir,dan
melati terkandung makna bunga.
Kalimat yang
benar adalah:
Mawar,anyelir,
dan melati sangat disukainya.
4.
PENEKANAN
Kalimat yang dipentingkan harus diberi
penekanan.
Caranya:
a. Mengubah
posisi dalam kalimat, yakni dengan cara meletakkan bagian yang penting di depan
kalimat. Contoh :
•
Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita
bicarakan lagi pada kesempatan lain
•
Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat
membicarakan lagi soal ini.
b. Menggunakan
partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan
–kah. Contoh :
•
Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam
soal itu.
•
Kami pun turut dalam kegiatan itu.
c. Dapatkah
dia menyelesaikannya?
d. Menggunakan repetisi, yakni dengan
mengulang-ulang kata yang dianggap penting.
Contoh :
Dalam membina
hubungan antara suami istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak,
antara pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling
memahami antara satu dan lainnya.
e. Menggunakan
pertentangan, yakni menggunakan kata yang bertentangan atau berlawanan
makna/maksud dalam bagian kalimat yang ingin ditegaskan. Contoh :
•
Anak itu tidak malas, tetapi rajin.
•
Ia tidak menghendaki perbaikan yang sifatnya
parsial, tetapi total dan menyeluruh.
5. KELOGISAN
Kalimat efektif
harus mudah dipahami. Dalam hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus
memiliki hubungan yang logis/masuk akal. Contoh :
Waktu dan
tempat saya persilakan.
Kalimat ini
tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang
tidak dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus diubah misalnya :
Bapak
penceramah, saya persilakan untuk naik ke podium.
Penentuan batas
kata
Dalam ilmu
linguistik barat ada minimal lima cara dalam menentukan batas-batas kata:
a. Pada jeda
Seorang
pembicara disuruh untuk mengulang kalimat yang diberikan secara pelan,
diperbolehkan untuk beristirahat dan mengambil jeda. Sang pembicara maka akan
cenderung memasukkan jeda pada batas-batas kata. Namun metoda ini tidaklah
sempurna: sang pembicara bisa dengan mudah memilah-milah kata-kata yang terdiri
dari banyak suku kata.
b. Keutuhan
Seorang
pengguna disuruh untuk mengucapkan sebuah kalimat secara keras dan lalu disuruh
untuk mengucapkannya lagi dan ditambah beberapa kata.
c. Bentuk
bebas minimal
Konsep ini
pertama kali diusulkan oleh Leonard Bloomfield. Kata-kata adalah leksem, jadi
satuan terkecil yang bisa berdiri sendiri.
d. Batas
fonetis
Beberapa
bahasa mempunyai aturan pelafazan khusus yang membuatnya mudah ditinjau di mana
batas kata sejatinya. Misalnya, di bahasa yang secara teratur menjatuhkan
tekanan pada suku-kata terakhir, maka batas kata mungkin jatuh setelah
masing-masing suku-kata yang diberi tekanan. Contoh lain bisa didengarkan pada
bahasa yang mempunyai harmoni vokal (seperti bahasa Turki): vokal dalam sebagian
kata memiliki "kualitas" sama, oleh sebab itu batas kata mungkin
terjadi setiap kali kualitas huruf hidup berganti. Tetapi, tidak semua bahasa
mempunyai peraturan fonetis seperti itu yang mudah, kalaupun iya, pada bahasa
ini ada pula perkecualiannya.
e. Satuan
semantic
Seperti pada
banyak bentuk bebas yang minimal yang disebut di atas ini, metode ini
memilah-milah kalimat ke dalam kesatuan-kesatuan semantiknya yang paling kecil.
Tetapi, bahasa sering memuat kata yang mempunyai nilai semantik kecil (dan sering
memainkan peran yang lebih gramatikal), atau kesatuan-kesatuan semantik yang
adalah kata majemuk.
Dalam
prakteknya, para ahli bahasa menggunakan campuran semua metode ini untuk
menentukan batas kata dalam kalimat. Namun penggunaan metode ini, definisi
persis kata sering masih sangat sukar ditangkap.
Read more...