Bahasa Tubuh menurut Teori Albert Mehrabian

Rabu, 20 November 2013

Albert Mehrabian (lahir 1939, Guru Besar Emeritus Psikologi UCLA), dikenal akan publikasinya tentang pentingnya hubungan antara pesan verbal dan non-verbal. Temuannya mengenai inkonsistensi pesan mengenai perasaan dan sikap telah dikutip melalui berbagai seminar di berbagai belahan dunia dan dikenal dengan Hukum 7%-38%-55%.
Tiga Elemen Komunikasi dan Hukum 7%-38%-55%
Dalam penelitiannya, Mehrabian (1971) menghasilkan dua kesimpulan. Pertama, bahwa ada tiga elemen dalam komunikasi langsung (face to face):

1. Tulisan
2. Intonasi suara
3. Bahasa Tubuh

Kedua, elemen non verbal yang sangat penting untuk mengkomunikasikan perasaan dan sikap, khususnya ketika terjadi ketidakselarasan: jika kata dan bahasa tubuh tidak sesuai, maka orang akan lebih condong percaya pada bahasa tubuh.
Ini menekankan bukan pada kasus bahwa elemen non verbal dalam segala pengertian selalu membawa bongkahan pesan, seolah-olah seperti yang sering disimpulkan orang selama ini.

Ketika menyampaikan suatu presentasi, sebagai contoh, materi berupa teks dari presentasi disampaikan seutuhnya secara verbal, namun isyarat-isyarat non verbal sangatlah penting dalam membawakan sikap pembicara berkenaan dengan ucapan yang dia sampaikan, dalam hal ini lebih meyakinkan.

Sikap dan keselarasan
Menurut Mehrabian, ketiga elemen ini memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda dari kecenderungan seseorang untuk menyampaikan pesan: kata-kata berperan 7%, intonasi suara berperan 38% dan bahasa tubuh 55%. Seringkali disebut sebagai 3V (Verbal, Vocal dan Visual).

Untuk komunikasi yang efektif dan bermakna untuk perasaan, tiga bagian pesan ini perlu saling mendukung satu sama lainnya – ketiga bagian ini semestinya “selaras”. Dalam kasus jika terjadi “ketidakselarasan”, maka penerima pesan bisa jadi terangsang oleh dua pesan yang datang dari dua saluran yang berbeda, memberi dua kesimpulan dari dua arah yang berbeda.
Contoh berikut barangkali dapat membantu mengilustrasikan ketidakselarasan komunikasi verbal dan non-verbal.

1. Verbal: “Aku tidak punya masalah denganmu!”
2. Non-verbal: orang tersebut menghindari kontak mata, nampak cemas, bahasa tubuh bersikap menutup/melindungi diri dan sebagainya.

Maka jadilah si penerima pesan lebih percaya pada bentuk komunikasi yang lebih dominan, yang mana Mehrabian menemukan bahwa non-verbal memiliki prosentase 38 + 55%, lebih dibanding dengan makna literal dari kata-kata (7%).
Penting untuk disampaikan bahwa dalam masing-masing studi, Mehrabian melakukan eksperimen untuk membagi komunikasi dalam perasaan dan perilaku (contoh: suka – tidak suka), dan pengaruh karena ketidaksesuaian proporsi antara intonasi suara dan bahasa tubuh berpengaruh hanya pada saat situasi yang mendua/ambigu. Keadaan ambigu tersebut muncul seringkali ketika kata-kata yang terucap tidak selaras dengan intonasi suara dan bahasa tubuh dari si pembicara (pengirim pesan).

Kesalahtafsiran atas Hukum Mehrabian

Hukum 7%-38%-55% telah banyak ditafsirkan berlebihan, beberapa orang menganggap bahwa dalam berbagai situasi komunikasi, makna dari sebuah pesan lebih banyak dibawa oleh isyarat-isyarat non-verbal, bukan dari makna kata-kata. Penyamarataan ini, mula-mula sudah ada sejak dari kondisi yang sangat spesifik dalam eksperimennya, yang mana disebut sebagai kesalahan dasar di seputar Hukum Mehrabian.
Untuk itu Mehrabian memberi pernyataan yang jelas mengenai hal ini sebagai berikut:
- 7% makna berasal dari kata-kata yang terucap
- 38% makna berasal dari paralinguistik (cara mengucapkan kata-kata atau intonasi suara)
- 55% berasal dari ekspresi wajah atau bahasa tubuh.

sumber : gogorbangsa.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar